Lebih baik Saya mengaku saja, ternyata Saya sama naivenya tentang Amerika seperti kebanyakan orang-orang di Indonesia.
Terus terang di benak Saya, kota-kota di Amerika itu selalu hiruk pikuk, kendaraan lalu lalang. Taksi , Bus, kereta api pastilah ada. Terbayang naik subway mau kerja, sibuk nyetop taksi dll.
Mendaratlah Saya di Bozeman, Montana. Dari segi negara bagian Montana adalah negara bagian terluas keempat di antara 50 negara bagian di Amerika. Dari segi kota, Bozeman, juga kota terbesar keempat di Montana.
Tidak pernah terbersit di kepala Saya kalau ada kota di Amerika yang tidak memiliki sarana transportasi umum.
Well, I was 100% wrong.
Di Bozeman, kami cuma memiliki satu mobil yang lebih banyak dipakai suami untuk kerja. Jadilah Saya harus menunggu saat suami pulang atau bersepeda ke supermarket terdekat. Untungnya tempat kami tinggal berdekatan dengan supermarket dan mal, jadi Saya bisa berjalan kaki atau bersepeda.
Yang berabe itu kalau cuaca tidak mendukung, Saya sendiri mengalami susahnya berwara wiri tanpa kendaraan. Bukan cuma sekali Saya harus menjemput anak dari sekolah dengan bersepeda padahal hujan turun dengan derasnya. Meskipun jarak sekolah dan tempat kami tinggal relatif dekat, tapi tetap saja kita berdua beresiko kedinginan. Mau bagaimana lagi..nasib.
Saya pikir itu cuma di Bozeman saja dong, karena tergolong kota kecil dan di negara bagian antah berantah. Lalu kami pindah ke Cleveland, Ohio. Kota Cleveland jauuuuuuuuh lebih besar dibanding kota Bozeman. Tapi dari segi transportasi umum tidak selalu lebih baik.
Memang lebih banyak bus di Cleveland, tapi kalau dibanding dengan Jakarta, mobilitas dengan transportasi umum boleh dibilang masih dibawah Jakarta.
Dalam arti, bus-bus tidak selalu melewati suburb , kalau di Jakarta, si metro mini mampir setiap 5 menit, di Cleveland, paling cepat 15 menit dan diatas jam tertentu, bus tersebut tidak selalu lewat rute yang sama. Di Jakarta, kita bisa lompat ke bus dengan berbagai tujuan dan transfer ke bus lain dengan mudah, di Cleveland, bisa ketiduran menunggu bis berikutnya datang.
Taksi tersedia, tapi ampun mahal deh ongkosnya. Pernah karena mobil kita mogok, kita harus panggil taksi…alah, jarak 15 mil, harus bayar $60+++.
Di Louisville, sami mawon. Bus umum memang tersedia, tapi sebagian besar rutenya berkisar downtown. Karena tempat kerja Saya lokasinya bukan di pusat bisnis, pernah Saya coba naik bus, walah…capek nunggu si bus dan banyak waktu terbuang percuma, tidak efisien.
Saya sebenarnya tergolong hobi memakai moda transportasi umum, wong sejak SMP, Saya sudah menggunakan bis untuk pulang koq dan bukan tipe peminta-minta terhadap suami. Minta dibelikan mobil, misalnya. Yah wong ngerti sendiri kalau kami belum mampu membeli mobil baru, jadi ya Saya tidak pernah rewel. Lagipula waktu itu Saya tidak bekerja, jadi mobil kedua ya belum dianggap perlu. Meskipun agak-agak merasa terkukung karena harus bergantung pada mobil suami, ya mau gimana lagi, masa mau minta dibelikan teman? gak mungkin kan??!!
Sayang memang, entah kenapa kota seukuran Louisville, tidak digalakkan penggunaan sarana transportasi umum.
Karena kan tidak semua orang mampu memiliki kendaraan pribadi….tapi itulah kenyataan disini, kadang kendaraan pribadi menjadi suatu keharusan , bukan lagi kemewahan.