! Apa2 susah! ini susah! Itu susah! kamu malah gaK pulang2! punya empati gak?’
Wuih sakit hati rasanya saat terngiang-ngiang cercaan diatas. Bukan rahasia lagi kalau asumsi sebagian besar teman-teman di tanah air, hidup kami – imigran Indonesia – di Amerika itu TIDAK PERNAH SUSAH.
Untuk sebagian besar orang, sulit untuk ‘percaya’ kalau kita-kita yang tinggal di Amerika juga mengalami kesulitan, menghadapi tantangan, masalah, kendala di hidup kita sehari-hari
‘Kamu kan tinggal di Amerika?!!’ – komentar seperti ini ‘lumrah’ di dengar, seakan-akan imigran Indonesia di Amerika pastinya kebal dengan masalah, rintangan, kendala dsb.
Kenyataannya seperti teman-teman yang tinggal di manapun di belahan dunia, kita-kita ya menghadapi masalah juga, dari masalah sepele : bagaimana caranya berwara wiri sehari-hari sementara tidak ada mobil dan tidak ada transportasi umum, hingga masalah mencari perlindungan hukum.
Dan tidak sedikit, masalah yang dialami imigran lebih ‘berat’ dibanding mereka-mereka yang tinggal di negara asal.
Gimana gitu lebih beratnya?
Karena banyak dari kita-kita yang disini itu benar-benar soragan wae, tanpa sanak saudara dan tidak punya ‘bekal’ cukup (pendidikan, pengalaman kerja, ketrampilan, kemampuan berbahasa Inggris dan lain sebaginya).
Waktu kita bermigrasi ke Amerika, sebagian besar diawali dengan ‘mimpi indah’ :suami bule, asik sekarang tinggal di luar negeri.
Sebagian besar dari kita beruntung karena mimpi indah menjadi kenyataan yang indah juga, suami tajir, selalu dibawa jalan-jalan, dibelikan barang-barang mewah tanpa harus kerja, mau beli apa juga tinggal tunjuk, mudik setiap tahun tidak perlu ditanya, sebagian lagi mimpi indah menjadi mimpi kurang indah…..
Pengalaman saya sendiri sih relatif tidak heboh ya, meskipun banyak kurang indahnya juga….
Gimana gitu kurang indahnya?
Coba saya ceritakan sedikit ya…
Suami saya, kedua orangtuanya sudah meninggal dunia, dia punya 2 adik, tapi 1 sudah meninggal dunia juga.
So what?
Tadinya saya juga pikir begitu, baru ‘ngeh’ beratnya waktu sedang hamil, melahirkan dan bulan-bulan pertama setelah si kecil hari.
Kalau teman-teman lain banyak yang bisa minta bantuan ayah, ibu, mertua, kakak, adik untuk jagain waktu lahiran, waktu minggu-minggu pertama, saya ya kudu lakoni sendiri.
Pernah saya menggigil karena keletihan, tapi tetap harus terbangun karena si bayi ini rewel sementara suami belum pulang.
Contoh lainnya.
Kemarin di tempat kerja saya ditelpon sekolah anak, si kecil panas. Panik? Jelas. Yang jelas cuma saya dan suami yang bisa menjemput anak kami. Saya masih beruntung karena pekerjaan suami itu lebih fleksibel dan bisa dikerjakan dari rumah dan saya pekerja paruh waktu, jadwal kerja saya cenderung pendek, jadi salah satu dari kami bisa ngacir untuk menjemput anak kami. Tapi ini bukannya tanpa resiko, beberapa tempat kerja sangat ketat dalam urusan ketidakhadiran, kalau pekerja di anggap tidak produktif karena banyak ‘berhalangan’, perusahaan bisa dengan mudah mendepak pekerja yang bersangkutan.
Sekali lagi, beberapa teman-teman cukup beruntung karena bisa menjadi ibu rumah tangga penuh dan tidak harus bekerja, atau punya pasangan yang punya bisnis sendiri, jadi tidak terlalu riweh dalam urusan anak sakit di sekolah, tapi tidak untuk keluarga kami.
Contoh lagi.
Di tahun 2009, suami saya kehilangan pekerjaan. Jantung saya serasa mau ‘berhenti’ waktu dia masuk rumah dengan pandangan suram dan memberitahukan saya berita tentang dia kehilangan pekerjaan.
Panik. Jelas. Bingung? Pasti.
Di pikiran saya waktu itu :
- Angsuran rumah bagaimana kami bisa bayar? bagaimana kalau rumah tidak terbayar? mau tinggal dimana kami?
- Anak kami masih umur 3 tahun, masih butuh ke dokter secara rutin, asuransi dari mana?
Hari itu juga, saya langsung menghadap ke HR tempat kerja dan Alhamdulillah sekali ada lowongan penuh waktu yang langsung Saya bisa lamar.
Hari berikutnya Saya langsung ke county office untuk mengajukan lamaran asuransi pemerintah untuk keluarga. Ditolak, karena dianggap kami masih memiliki 2 aset utama: mobil dan rumah, tapi untungnya asuransi untuk anak bisa kita dapatkan, karena untk asuransi anak, hanya dilihat dari penghasilan dan bukan dari aset, dan saat itu keluarga kami dianggap kategori kurang berada.
Selama 1 tahun lebih boleh dibilang Saya jadi tulang punggung keluarga, masih beruntung suami mendapat asuransi pekerja (unemployment insurance) yang jumlahnya pas dengan angsuran rumah kita, sementara hidup sehari-hari kami harus mengandalkan penghasilan mingguan dari pekerjaan saya (pramuniaga di department store)
Tidak bohong kalau saya harus jual perhiasan emas yang saya bawa dari Indonesia dan menjual barang-barang ini itu untuk menyambung hidup. Consignment store, craiglist jadi ‘teman akrab’ saya. Setiap ada tambahan waktu kerja, saya coba ambil supaya bayaran saya bisa berlebih.
Waktu itu saya tidak langsung memberi tahu orang tua di tanah air, baru setelah beberapa bulan, saya beritahu mereka.
Saya ingat sekali di hari-hari itu (dan hingga saat ini) saya selalu mengkhayal andai orang tua saya dekat, pasti mereka akan bantu kami……
(tidak sedikit keluarga Amerika lainnya mengalami hal yang mirip (kadang lebih parah) dengan yang saya alami, bisa dibaca di http://finance.yahoo.com/news/achieved-american-dream-awful-040000718.html)
Di tahun 2010 dan 2012, Saya dan suami sempat tinggal berlainan tempat karena kerja.
Pertama kali kita berpisah, kami hanya memiliki satu mobil, yang pastinya harus dibawa suami, jadilah saya mengandalkan sepeda dan trailer untuk transportasi saya dan si kecil. Tidak masalah, KECUALI waktu hujan turun dengan derasnya saat saya menjemput anak dari sekolah.
Basah kuyup. Anak kami waktu itu baru berumur 3 tahun, saya ingat bagaimana saya memakaikan jaket hujan, kain terpal dan selimut untuk melindungi dia dari hujan. Jarak dari sekolah ke rumah yang cuma 1 kiloan, terasa jauh dan berat sekali karena harus ditempuh ditengah-tengah hujan yang amat derasnya. Terus terang waktu itu Saya cuma bisa menangis karena kasihan melihat anak kebasahan dan kedinginan dan saya merasa bersalah karena ‘membiarkan’dia kehujanan.
Kedua kali kita berpisah, kondisi kami sudah agak lebih baik dari sebelumnya. Suami mampu menyewa mobil baru untuk dia di tempat baru, sementara saya boleh memakai mobil lamanya.
Dilalah.
Setelah selesai mentor di sekolah anak, saya rencana menghabiskan waktu di pertokoan dekat sekolahnya sebelum waktunya menjemput si kecil lagi.
Di jalan, tiba-tiba mobil ngadat, mesin berhenti sama sekali, untung sudah dekat dengan tempat tujuan! Dengan nekat dan berharap dari sisa energi mesin mobil, saya berhasil mengarahkan mobil ke arah tempat parkir. Belum sempat masuk ke parkiran, mobil berhenti total.
Nekat saya keluar dari mobil untuk coba mendorong mobil ke tempat yang lebih sepi, yah tidak kuat lah yaw! untung ada pengemudi lain yang melihat saya kesusahan dan dia tanpa sungkan-sungkan membantu saya mendorong mobil. Lalu sekarang bagaimana? saya harus menjemput anak saya? coba telpon salah satu kenalan, dia ternyata tidak ada di kota, ya sudah, jadilah saya jalan kaki ke sekolah si anak. (catatan : di kota tempat saya tinggal dulu itu, sarana taksi terbatas, waktu tunggu bisa 1 jam lebih)
Menghayal lagi…’ah…andai ayah ibu ada disini’.
Tapi untunglah kami dulu itu tinggal di kota kecil, jarak dari satu tempat ke rumah kami relatif dekat, cuma 1-3 mil, dan di lokasi pemukiman (bukan bisnis atau jalan raya);jadi berjalan kaki masih nyaman. Tidak terbayang kalau tempat tinggal kami agak di luar kota misalnya, yang tidak mungkin untuk berjalan kaki.
Waktu musim dingin dan saat sekolah libur saya sempat kelabakan mencari tempat titipan anak. Karena saya kerja di ritel, saya diwajibkan kerja saat Black Friday, dengan sangat terpaksa saya merepotkan beberapa kenalan untuk bergantian menjaga anak saya. Saya harus berada di tempat kerja pagi-pagi sekali, untung tetangga ada yang berbaik hati menjaga si anak sementara saya bisa kerja dan istirahat secukupnya.
Hal-hal yang saya ceritakan disini termasuk sepele ya…saya termasuk cukup beruntunglah. Syukur kepada Sang Pengatur Alam.
Saya sendiri tahu banyak cerita-cerita ‘yang lebih pedih’ dari teman-teman imigran Indonesia disini : suami pengekang, suami pemabuk, suami menyeleweng, suami ogah kerja, tidak dinafkahi, di bohongi pacar, bercerai tanpa penghasilan, rebutan anak. masalah kesehatan dan sebagainya…..
Tapi kata ‘Mbak Kelly Clarkson :
What doesn’t kill you makes you stronger
Stand a little taller
Doesn’t mean I’m lonely when I’m alone
What doesn’t kill you makes a fighterRead more: Kelly Clarkson – What Doesn’t Kill You Lyrics | MetroLyrics
Atau kata Mas ‘Passenger’
Well you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go
Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go
And you let her goStaring at the bottom of your glass
Hoping one day you’ll make a dream last
But dreams come slow and they go so fastYou see her when you close your eyes
Maybe one day you’ll understand why
Everything you touch surely diesBut you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her goOnly know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her goStaring at the ceiling in the dark
Same old empty feeling in your heart
‘Cause love comes slow and it goes so fastWell you see her when you fall asleep
But never to touch and never to keep
‘Cause you loved her too much
And you dived too deepWell you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her goOnly know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her goAnd you let her go
And you let her go
Well you let her go‘Cause you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her goOnly know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go‘Cause you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her goOnly know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her goAnd you let her go
Catatan : lirik lagi diatas ceritanya lebih buat muda mudi pacaran sih ya…cuma ada beberapa bait yang pas sekali di hati …(terutama bait-bait yang saya tebalkan)
sejelek2nya tinggal di negara maju masih lebih baik dari pada di negara berkembang, di negara maju pemerintah masih mau peduli, dengan memberikan asuransi, tax return, food stamps dsb. kalo di sini, hmm kalo kaya ato jadi pengusaha emang enak, lha kalo keadaan kurang, hidup bisa ngga enak semua, gali lubang tutup lubang. Banyak lho yg pengen kerja/pindah ke luar negeri utk penghidupan lebih baik, yg jadi masalah biasanya 1, biaya utk berangkat dan biaya hidup di bulan bulan pertama.
mau negara maju ataupun negara berkembang masing2 yg jelas ada baik atau buruknya ya.
Contoh ni. Asuransi pengangguran misalnya. Banyak org2 yg ‘tahu’ kalau pemerintah bakal kasih unemployment insurance, yg ada mereka males2 an, gak usaha cari kerja beneran.
Food stamps : ini kisah nyata, ada temen kerja yg dpt food stamps, dia gak mau kerja penuh waktu, krn akan kehilangan food stampsnya, meskipun dia mampu utk kerja penuh waktu.
Kadang fasilitas yang diberikan pemerintah jadi bumerang ke masyarakat – taking advantage istilahnya.
Kalau pernah baca ttg demo minta tes narkoba sebelum bisa dpt food stamps, ya kejadian2 spt yg saya sebutkan pemicunya. Dpt food stamps, malah ‘dijualbelikan’ buat beli narkoba.
walau sudah nikah dua tahun lebih namun saya cuma sempat liburan ke kampung suami tak sampai 3 bulan saya sudah merasakan beratnya hidup disana, orang kadang tak percaya kalau realitasnya keras juga…makanya banyak juga orang Amerika yang memilih hidup di luar ya, saya ada teman imigran somalia yang sdh jadi WN US sudah sangat mau hijrah ke Indonesia karena katanya udah tak tahan tiggal disana mau balik ke negara asal usulnya masih kacau, malah jatuh cinta ke Indonesia dan mau tinggal disini……….. ini kayaknya modus ekonomi nih …………padahal kalau saya amati malah para imigran inilah yang take advantage untuk semua fasiitas yang ada, tunjangan, food stamp, golongan merekalah yang sibuk apply untk semua fasilitas sedang golongan kaum berada yang pasti tax payer inilah yang mungkin dongkol karena duit mereka dibyrkn ke fasilitas fasiltas yang banyak dimanfaatkan oleh kaum imigran ini… pls CMMIW yahh banyak dengar kisah ibu mertua yang cerita masalah ginian,…
gak selalu imigran ya Mbak yang ambil keuntungan dari fasilitas pemerintah. Imigran yang aku kenal rata-rata malah pekerja keras dan gak mau pakai fasilitas negara, krn imigran sering merasa mereka warna negara kelas dua, harus kerja lebih keras untuk ‘dikenali’ dan dihargai jerih payahnya. Yg memakai fasilitas pemerintah yg kebetulan aku tahu pribadi malah orang Amerika sendiri.
Yg satu perempuan , pacarnya pengedar narkoba di penjara federal, lah…bisa punya 3 anak (??) dan semua anak2nya ya dpt fasilitas pemerintahlah. Satu lagi , sama perempuan juga, dia dua kali aborsi (dibayar dgn asuransi pemerintah), dia bilang dia gak mau kerja penuh waktu krn dia tahu kalau fasilitas yg dia dpt akan di cabut krn dia akan berpenghasilan cukup. Gimana thu?
Saya sendiri kerja 2 tempat, jengkel krn tahu pajak yg dipotong dari penghasilan saya ya akan dipakai untuk bayar org2 spt diatas – meskipun ya ada banyak juga kasus org2 yg memang butuh bantuan.