imigran

Beberes Rumah

Hari ini saya minta libur dari kerja di toko. Pengen santai saja gitu pas hari Sabtu. Dari hari Senin sampai Jumat bangun pagi buat kerja, sekali2 pengen bersantai ria

Cuaca sudah mulai dingin, maklum deh sudah bulan Oktober, semalam ada peringatan kalau Sabtu pagi suhu akan jatuh ke bawah 0°C.

Ya sudah mumpung ada waktu, saya niatin mau ubah tataan ruang biar tanaman2 saya di teras bisa masuk ke dalam rumah

Beginilah hasil sebelum dan sesudah

Ruang TV dan Sofa

Ruang TV dan sofa yang tadinya menghadap ke pintu teras, saya ubah jadi menghadap dinding yang tanpa bukaan. Jarak TV dan sofa memang jadi lebih dekat, tapi tetap nyaman.

Pojokan Sepeda
Jadi dinding penuh tanaman

Di musim semi/panas, sepeda sengaja saya twruh menghadap ke pintu teras, biar ngeliat ke luar. Tapi dinding ini satu2nya dinding di apartemen saya yang kena sinar matahari. Jadi tanaman2 saya harus di dinding ini.

Tempat Olah Raga / Ngaso
Jadi tempat sepeda

Jadi sepeda saya pindahkam ke sisi yang sama dengan TV. Sengaja saya tempatkan sepeda dekat dengan TV biar saya bisa sepedaan sambil nonton TV atau pasang App fitness di TV.

Trus meja dengan pernak pernik dikemanain dong. Meja berikut karpet tutul2 saya pindahkan ke dekat dinding sebelah ruang kerja saya. Mudah2 an bisa bikin kaki agak2 hangat kan..

Ruang kerja
Ruang kerja, beda di karpet dan meja di kiri

Eng ing eng…

Seperti inilah tampak ruang TV saya dari arah dapur

Tempat saya tinggal itu kalau di Indo rumahtipe 75 meter persegi. Kalau buat saya sih cukup2 saja ya, gak repot bersihin, dan beberes.

Untuk mindah2 an barang, berikut ngepel, bersihin debu saya selesaikan 4 jam.

Kalau menurut kalian mending punya rumah kecil atau rumah gede?

2020 : 15 Tahun di Amerika

Masuk tahun 2020, berarti saya sudah 15 tahun menetap di Amerika. Banyak hal-hal yang saya alami selama 15 tahun disini, saya mau coba rangkum di tulisan berseri saya 15/20.

Saya mendarat di Amerika bulan Maret tahun 2015, setelah 1 tahun-an menunggu visa pasangan keluar.

Selama 15 tahun di Amerika, saya tinggal di 3 negara bagian : Montana, Ohio dan Kentucky. Saya bekerja di 6 tempat kerja yang berbeda, dari retail hingga perbankan.

Saya belajar buat hidup ‘sendiri’ , tanpa ada keluarga Indonesia yang bisa datang kalau saya ada kesulitan.

Coba lihat yuk per 5 tahunnya, apa saja yang saya lakoni

2005-2010 : Tahun-tahun penyesuaian

Boleh dibilang periode ini periode penuh tangisan, kekhawatiran, kesepian, penyesuaian, pembelajaran dan tahun penuh kejadian ‘pertama kali’…

Pertama kali tinggal jauh jauh dan sendiri dari keluarga. Dari Jakarta, Indonesia ke Bozeman, Montana itu sekitar 8,888 mil menurut hitungan google.

Pertama kali merasakan salju, dibikinkan acara baby shower oleh rekan kantor

Pertama kali hamil, punya anak dan melahirkan.

Pertama kali tinggal di apartemen, lalu tinggal di rumah yang dibeli pasangan.

Pertama kali kerja di retail, yang notabene di Indo adalah pekerjaan yang ‘rendah’ tapi syukurnya bisa menghidupi 3 kepala saat resesi menimpa. Dan juga dari pekerjaan ini pertama kalinya saya mendapat kpenghargaan dari tempat kerja, harus pergi ke Salt Lake City untuk mendapatkan penghargaan. Cukup bangga yang jelas ya, saya satu-satunya pekerja Asia di tempat saya kerja, dan saya baru bekerja selama kurang lebih 2 tahun

Pertama kali melakoni jalan-jalan kendara dan pertama kalinya mampir di negara bagian Wyoming, Idaho, California, Nevada, Colorado, Utah, South Dakota, North Dakota, Washington, Oregon, Ohio, New York, Iowa.

Pertama jalan-jalan ke Yellow Stone National Park, Mount Rushmore, Mt Rainier, Mt. Helena, Olympic National Park, naik feri di Seattle, Space Needle, Denver, Carson City, Des Moines, air terjun Niagara.

Pertama kali mampir di Edmonton, Banff, Jasper National Park, Kanada.

Anak saya pertama kali masuk TK subsidi pemerintah. Anak saya jadi pemenang Baby Gerber.

Pertama kali ngerasain kemping di alam dan jadi kepincut.

Pertama kali mengalami resesi dimana saya merasakan sendiri harus bisa ngirit dengan pengeluaran, karena pasangan kehilangan pekerjaan.

Pertama kali mudik ke Indo cuma berdua doang dengan anak.

Pertama kali harus pindah ke negara lain karena pasangan dapat kerja sebagai kontraktor di negara bagian lain.

Pertama kali nyetir truk pindahan antar negara bagian berduaan dengan si kecil yang waktu itu baru 3.5 tahunan.

Pertama kali ngerasain kerja dibayar upah minimum $7.25 per jam , dimana membuat saya sadar, kalau upah segitu tidak akan cukup untuk menghidupi diri sendiri.

Kebakaran di rumah gara-gara lupa angkat penggorengan dari kompor meskipun kompor sudah dimatikan. Ngungsi ke women shelter. Nelpon 911 karena KDRT.

Pertama kali ngeh kalau kecanduan alkohol itu menyakitan bukan hanya yang melakoni tapi juga yang hidup dengan si pecandu.

Di periode ini saya tinggal di Montana dan Ohio.

2010-2015 : Tahun-tahun transisi

Dapat kabar kalau ibu kena stroke. Sedih karena tidak bisa pulang, secara kami baru mulai membereskan kondisi keuangan sejak resesi. Apa boleh buat, meskipun gara-gara saya tidak bisa pulang ini, saya dimaki-maki sama anak umur remaja.

Pertama kali menghadiri pemakaman ala bule, adik ipar meninggal dunia karena livernya berhenti berfungsi akibat konsumsi alkohol.

Lagi-lagi sempat ketar-ketir karena kontrak kerja pasangan tiba-tiba putus. Di tahun ini kami sempat harus pindahan dari satu negara bagian ke negara bagian lain 3 kali dalam setahun. Jelas itu bikin keuangan morat marit.

Pindah tempat tinggal lagi untuk ketiga kalinya, kali ini di negara bagian Kentucky.

Pertama kali nya saya ‘kuliah’ lagi dan kerja di perbankan. Ternyata kuliah lagi umur segini susah loh! Saya ngaku saja kalau kewalahan.

Saya kerja di dua tempat, satu di retail satu di perbankan. Alhamdulillah, saya di promosikan di tempat kerja karena prestasi kerja saya.

Pertama kalinya punya mobil sendiri. Mobil kecil ya, merek Smart. Yang jelas cukup buat saya untuk wara-wari ke tempat kerja tanpa harus tergantung dari pasangan. Asli saya bayar sendiri mobil ini, dari mulai masih sewa dari dealer sampai saya angsuran untuk beli si mobil.

Pertama kali kehilangan orang tua. Ayah meninggal. Saya tahu pas saya di tempat kerja. Dan saya tahu kalau saya tidak mungkin bisa pulang saat itu, karena kami baru mulai membayar hutang ini itu setelah pindah berkali-kali.

Anak saya sekolah di 3 tempat di periode ini, TK di sekolah ED di Bozeman, MT, kelas 1 dan 2 di sekolah ZT dan kelas 3 hingga 5 di sekolah dasar B.

Pertama kalinya bisa mudik sejak 2006 sama anak saya. Disini saya sadar kalau ternyata saya boleh dibilang tidak ada support lagi di Indonesia.

Anak saya merayakan ulang tahun ke 9-nya di Indo. Beruntung sekali dia karena teman-teman saya membanjiri dia dengan hadiah bermacam-macam.

Saya masuk umur 40 tahun di tahun ini. Sudah tua ya…

Di tahun ini saya pertama kalinya melancong ke Texas, Tennessee, North Carolina, Missouri, West Virginia.

2015-2020 : Tahun-tahun Sadar Diri

Mengadopsi bayi kucing warna abu-abu tua.

Pertama kali mendapat penghargaan tertinggi di tempat kerja di perbankan dan terbang ke Tampa, Florida untuk penganugerahan plakat. Bangga? banget!

Giaman gak bangga, wong saya waktu itu cuma kerja paruh waktu, tapi nilai saya ngalah-ngalahin mereka yang kerja penuh.

Dari tempat kerja yang sama , saya dapat penghargaan kedua kalinya di tahun 2017.

Diangkat sumpah menjadi warga negara Amerika.

Pertama kali ke DC, Virginia , karena ikutan jalan-jalan lulus SD si kecil.

Gettysburg, Gedung Putih, teater tempat Lincoln dibunuh, makam pahlawan di Virginia.

Anak saya mulai masuk usia pra remaja…haduh….tobat rasanya……’.

Ibu meninggal. Di bulan yang sama ayah meninggal. Berakhir penderitaan beliau dan juga penderitaan mereka-mereka yang merasa direcoki sama ibu.

Pertama kali jalan-jalan ke Madison, Wisconsin ngunjungin sepupu dan teman lama, naik jip di gurun pasir di Michigan, reunian sama temen SMA dan ketemu sepupu di New York, jalan-jalan ke Chicago, Illinois, naik ke Gateway Arch di Missouri, liburan Alabama, merasakan hiruk pikuknya New Orleans, Louisiana, main ke museum Coca Cola di Atlanta, Georgia, melihat pasir putih diMississippi.

Pertama kalinya terbang dewe,an ke New York. Ternyata enak juga jalan-jalan sendiri

Bolak-balik ke rumah sakit karena anggota keluarga didiagnosa dengan depresi dan gelisah

Mengadopsi anjing.

Pertama kali nonton pertunjukan Broadway, asli keren abis!

Pertama kali nonton Stand Up Comedy show seru banget ternyata ketawa ngakak barengan….

Pertama kali nonton aksi penari eksotis laki-laki. Astaga…lebih banyak ketawa ha..ha..hi..hi..dibanding ngeres….

Pertama kali ikutan kelas melukis, dilukis, bikin coklat, belajar tentang kaktus, nyobain atraksi escape, mendoronorkan darah.

45 tahun umur saya di periode ini

Di periode ini saya belajar untuk lebih hati-hati dalam mengelola uang, menjaga kesehatan dengan mulai ikutan yoga, barre, erobik di air.

Tantangan, Rintangan, Kendala, Masalah

! Apa2 susah! ini susah! Itu susah! kamu malah gaK pulang2! punya empati gak?’

Wuih sakit hati rasanya saat terngiang-ngiang cercaan diatas. Bukan rahasia lagi kalau asumsi sebagian besar teman-teman di tanah air, hidup kami – imigran Indonesia – di Amerika itu TIDAK PERNAH SUSAH.

Untuk sebagian besar orang, sulit untuk ‘percaya’ kalau kita-kita yang tinggal di Amerika juga mengalami kesulitan, menghadapi tantangan, masalah, kendala di hidup kita sehari-hari

‘Kamu kan tinggal di Amerika?!!’ – komentar seperti ini ‘lumrah’ di dengar, seakan-akan imigran Indonesia di Amerika pastinya kebal dengan masalah, rintangan, kendala dsb.

Kenyataannya seperti teman-teman yang tinggal di manapun di belahan dunia, kita-kita ya menghadapi masalah juga, dari masalah sepele :  bagaimana caranya berwara wiri sehari-hari sementara tidak ada mobil dan tidak ada transportasi umum, hingga masalah mencari perlindungan hukum.

Dan tidak sedikit, masalah yang dialami imigran lebih ‘berat’ dibanding mereka-mereka yang tinggal di negara asal.

Gimana gitu lebih beratnya?

Karena banyak dari kita-kita yang disini itu benar-benar soragan wae, tanpa sanak saudara dan tidak punya ‘bekal’ cukup (pendidikan, pengalaman kerja, ketrampilan, kemampuan berbahasa Inggris dan lain sebaginya).

Waktu kita bermigrasi ke Amerika, sebagian besar diawali dengan ‘mimpi indah’ :suami bule, asik sekarang tinggal di luar negeri.

Sebagian besar dari kita beruntung karena mimpi indah menjadi kenyataan yang indah juga, suami tajir, selalu dibawa jalan-jalan, dibelikan barang-barang mewah tanpa harus kerja, mau beli apa juga tinggal tunjuk, mudik setiap tahun tidak perlu ditanya, sebagian lagi mimpi indah menjadi mimpi kurang indah…..

Pengalaman saya sendiri sih relatif tidak heboh ya, meskipun banyak kurang indahnya juga….

Gimana gitu kurang indahnya?

Coba saya ceritakan sedikit ya…

Suami saya, kedua orangtuanya sudah meninggal dunia, dia punya  2 adik, tapi 1 sudah meninggal dunia juga.

So what?

Tadinya saya juga pikir begitu, baru ‘ngeh’ beratnya waktu sedang hamil, melahirkan dan bulan-bulan pertama setelah si kecil hari.

Kalau teman-teman lain banyak yang bisa minta bantuan ayah, ibu, mertua, kakak, adik untuk jagain waktu lahiran, waktu minggu-minggu pertama, saya ya kudu lakoni sendiri.

Pernah saya menggigil karena keletihan, tapi tetap harus terbangun karena si bayi ini rewel sementara suami belum pulang.

Contoh lainnya.

Kemarin di tempat kerja saya ditelpon sekolah anak, si kecil panas. Panik? Jelas. Yang jelas cuma saya dan suami yang bisa menjemput anak kami. Saya masih beruntung karena pekerjaan suami itu lebih fleksibel dan bisa dikerjakan dari rumah dan saya pekerja paruh waktu, jadwal kerja saya cenderung pendek, jadi salah satu dari kami bisa ngacir untuk menjemput anak kami. Tapi ini bukannya tanpa resiko, beberapa tempat kerja sangat ketat dalam urusan ketidakhadiran, kalau pekerja di anggap tidak produktif karena banyak ‘berhalangan’, perusahaan bisa dengan mudah mendepak pekerja yang bersangkutan.

Sekali lagi, beberapa teman-teman cukup beruntung karena bisa menjadi ibu rumah tangga penuh dan tidak harus bekerja, atau punya pasangan yang punya bisnis sendiri, jadi tidak terlalu riweh dalam urusan anak sakit di sekolah,  tapi tidak untuk keluarga kami.

Contoh lagi.

Di tahun 2009, suami saya kehilangan pekerjaan. Jantung saya serasa mau ‘berhenti’ waktu dia masuk rumah dengan pandangan suram dan memberitahukan saya berita tentang dia kehilangan pekerjaan.

Panik. Jelas. Bingung? Pasti.

Di pikiran saya waktu itu :

  1. Angsuran rumah bagaimana kami bisa bayar? bagaimana kalau rumah tidak terbayar? mau tinggal dimana kami?
  2. Anak kami masih umur 3 tahun, masih butuh ke dokter secara rutin, asuransi dari mana?

Hari itu juga, saya langsung menghadap ke HR tempat kerja dan Alhamdulillah sekali ada lowongan penuh waktu yang langsung Saya bisa lamar.

Hari berikutnya Saya langsung ke county office untuk mengajukan lamaran asuransi pemerintah untuk keluarga. Ditolak, karena dianggap kami masih memiliki 2 aset utama: mobil dan rumah, tapi untungnya asuransi untuk anak bisa kita dapatkan, karena untk asuransi anak, hanya dilihat dari penghasilan dan bukan dari aset, dan saat itu keluarga kami dianggap kategori kurang berada.

Selama 1 tahun lebih boleh dibilang Saya jadi tulang punggung keluarga, masih beruntung suami mendapat asuransi pekerja (unemployment insurance) yang jumlahnya pas dengan angsuran rumah kita, sementara hidup sehari-hari kami harus mengandalkan penghasilan mingguan dari pekerjaan saya (pramuniaga di department store)

Tidak bohong kalau saya harus jual perhiasan emas yang saya bawa dari Indonesia dan menjual barang-barang ini itu untuk menyambung hidup. Consignment store, craiglist jadi ‘teman akrab’ saya. Setiap ada tambahan waktu kerja, saya coba ambil supaya bayaran saya bisa berlebih.

Waktu itu saya tidak langsung memberi tahu orang tua di tanah air, baru setelah beberapa bulan, saya beritahu mereka.

Saya ingat sekali di hari-hari itu (dan hingga saat ini) saya selalu mengkhayal andai orang tua saya dekat, pasti mereka akan bantu kami……

(tidak sedikit keluarga Amerika lainnya mengalami hal yang mirip (kadang lebih parah) dengan yang saya alami, bisa dibaca di http://finance.yahoo.com/news/achieved-american-dream-awful-040000718.html)

Di tahun 2010 dan 2012, Saya dan suami sempat tinggal berlainan tempat karena kerja.

Pertama kali kita berpisah, kami hanya memiliki satu mobil, yang pastinya harus dibawa suami, jadilah saya mengandalkan sepeda dan trailer untuk transportasi saya dan si kecil. Tidak masalah, KECUALI waktu hujan turun dengan derasnya saat saya menjemput anak dari sekolah.

Basah kuyup.  Anak kami waktu itu baru berumur 3 tahun, saya ingat bagaimana saya memakaikan jaket hujan, kain terpal dan selimut untuk melindungi dia dari hujan. Jarak dari sekolah ke rumah yang cuma 1 kiloan, terasa jauh dan berat sekali karena harus ditempuh ditengah-tengah hujan yang amat derasnya. Terus terang waktu itu Saya cuma bisa menangis karena kasihan melihat anak kebasahan dan kedinginan dan saya merasa bersalah karena ‘membiarkan’dia kehujanan.

Kedua kali kita berpisah, kondisi kami sudah agak lebih baik dari sebelumnya. Suami mampu menyewa mobil baru untuk dia di tempat baru, sementara saya boleh memakai mobil lamanya.

Dilalah.

Setelah selesai mentor di sekolah anak, saya rencana menghabiskan waktu di pertokoan dekat sekolahnya sebelum waktunya menjemput si kecil lagi.

Di jalan, tiba-tiba mobil ngadat, mesin berhenti sama sekali, untung sudah dekat dengan tempat tujuan! Dengan nekat dan berharap dari sisa energi mesin mobil,  saya berhasil mengarahkan mobil ke arah tempat parkir. Belum sempat masuk ke parkiran, mobil berhenti total.

Nekat saya keluar dari mobil untuk coba mendorong mobil ke tempat yang lebih sepi, yah tidak kuat lah yaw! untung ada pengemudi lain yang melihat saya kesusahan dan dia tanpa sungkan-sungkan membantu saya mendorong mobil. Lalu sekarang bagaimana? saya harus menjemput anak saya? coba telpon salah satu kenalan, dia ternyata tidak ada di kota, ya sudah, jadilah saya jalan kaki ke sekolah si anak. (catatan : di kota tempat saya tinggal dulu itu, sarana taksi terbatas, waktu tunggu bisa 1 jam lebih)

Menghayal lagi…’ah…andai ayah ibu ada disini’.

Tapi untunglah kami dulu itu tinggal di kota kecil, jarak dari satu tempat ke rumah kami relatif dekat, cuma 1-3 mil, dan di lokasi pemukiman (bukan bisnis atau jalan raya);jadi berjalan kaki masih nyaman. Tidak terbayang kalau tempat tinggal kami agak di luar kota misalnya, yang tidak mungkin untuk berjalan kaki.

Waktu musim dingin dan saat sekolah libur saya sempat kelabakan mencari tempat titipan anak. Karena saya kerja di ritel, saya diwajibkan kerja saat Black Friday, dengan sangat terpaksa saya merepotkan beberapa kenalan untuk bergantian menjaga anak saya. Saya harus berada di tempat kerja pagi-pagi sekali, untung tetangga ada yang berbaik hati menjaga si anak sementara saya bisa kerja dan istirahat secukupnya.

Hal-hal yang saya ceritakan disini termasuk sepele ya…saya termasuk cukup beruntunglah. Syukur kepada Sang Pengatur Alam.

Saya sendiri tahu banyak cerita-cerita ‘yang lebih pedih’ dari teman-teman imigran Indonesia disini : suami pengekang, suami pemabuk, suami menyeleweng, suami ogah kerja, tidak dinafkahi, di bohongi pacar, bercerai tanpa penghasilan, rebutan anak. masalah kesehatan dan sebagainya…..

Tapi kata ‘Mbak Kelly Clarkson :

What doesn’t kill you makes you stronger
Stand a little taller
Doesn’t mean I’m lonely when I’m alone
What doesn’t kill you makes a fighter

Read more: Kelly Clarkson – What Doesn’t Kill You Lyrics | MetroLyrics

Atau kata Mas ‘Passenger’

Well you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go

Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go
And you let her go

Staring at the bottom of your glass
Hoping one day you’ll make a dream last
But dreams come slow and they go so fast

You see her when you close your eyes
Maybe one day you’ll understand why
Everything you touch surely dies

But you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go

Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go

Staring at the ceiling in the dark
Same old empty feeling in your heart
‘Cause love comes slow and it goes so fast

Well you see her when you fall asleep
But never to touch and never to keep
‘Cause you loved her too much
And you dived too deep

Well you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go

Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go

And you let her go
And you let her go
Well you let her go

‘Cause you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go

Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go

‘Cause you only need the light when it’s burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go

Only know you’ve been high when you’re feeling low
Only hate the road when you’re missin’ home
Only know you love her when you let her go

And you let her go

Catatan : lirik lagi diatas ceritanya lebih buat muda mudi pacaran sih ya…cuma ada beberapa bait yang pas sekali di hati …(terutama bait-bait yang saya tebalkan)

Salah Mengeja

Siapa bilang bule itu selalu bisa mengeja lebih baik daripada kita-kita yang imigran?

Kalau teman-teman mungkin cuma lihat foto atau baca berita ringan di sosial media, saya sendiri sudah mengalami langsung salah eja kata-kata bahasa Inggris yang dilakukan oleh mereka yang bahasa ibunya bahasa Inggris.

Contohnya dibawah ini :

10373484_10152588958761267_4401330495858968946_n (1)

Saya yakin maksud hati menulis kata ‘healthy’

Sebetulnya masalah salah mengeja ini masalah sehari-hari di Amerika, bukan cuma anak-anak sekolah yang baru belajar mengeja, tapi orang-orang dewasapun banyak yang masih suka salah mengeja.

Kalau saya perhatikan malah orang-orang imigran cenderung lebih hati-hati dalam mengeja bahasa Inggris, mungkin karena di bawah sadar, kita tahu bahwa ini bukan bahasa kita, jadi kita lebih memperhatikan ejaan kata yang akan kita tulis?

Terus terang suami saya sendiri juga mengakui kalau dia bukan pengeja yang baik, seringkali saya yang memperbaiki ejaan kata-kata dia, meskipun secara tata bahasa saya masih ‘ngaco’ berat.

Kesimpulannya apa dong?

Kesimpulannya kita jangan takut belajar, jangan takut salah. Karena mereka yang bahasa ibunya bahasa Inggris pun masih banyak salahnya koq. Yuk..belajar bahasa Inggris lagi!!

Beruntung Jadi Imigran Asia

Beruntung karena kita jadi sedikit lebih tahu geografi, terutama negara-negara di Asia dibanding kebanyakan orang Amerika.

Kemarin keluarga cuci mata di toko buku Half Price Books, eh ketemu buku murah tentang ‘fashion’. Berhubung saya kerja di toko baju, jadilah saya beli buku ini sebagain penambah wacana  gitu ceritanya.

Intinya buku ini tentang hal-hal di fashion yang klasik, ‘kudu dimiliki’ atau paling tidak kudu diketahui fungsinya.

Sampailah saya di bab ‘C’ . Di situ di terangkan masalah clutch atau tas kepit.

Waktu baca di salah satu paragraf tentang si tas kepit, saya jadi geli sendiri. Coba deh dibaca dibawah ini:

_20141214_192242

Meskipun saya bukan editor, tapi kayaknya kalimat ‘In Asia and Thailand’ agak kurang bener deh – karena seakan-akan Asia dan Thailand itu dua hal yang sama (sama-sama negara atau sama-sama benua), padahal kan Asia itu benua dan Thailand itu salah satu negara di Asia yak?

Karena buat pembaca awam, jadi timbul pertanyaan ‘ Where in Asia?’

Atau buat pembaca yang tahunya cuma Thailand itu negara, jadi mikir kalau Asia itu nama negara?

Mending di tulis : In Asian countries, such as Thailand.….. bukan sih?

Ternyata mbak penulis yang notabene fashionista, bukan berarti good traveler yak….;-)

Adaptasi Setelah Tinggal di Amrik

Adaptasi setelah tinggal di Amrik? wuiiih tak terhitung…ha…ha..ha..sampai sekarangpun – hampir sepuluh tahun – masih banyak hal-hal yang Saya ‘bandel’ ogah beradaptasi atau kurang bisa beradaptasi.

Contohnya :

Masalah kamar mandi, bilas berbilas. Tetap cenderung ke cara Indonesia, yaitu memakai air, dibanding memakai tisu. Tapi mau gimana lagi, disini ya tidak ada air lah.

Saking geregetan harus bilasan dengan air, sampai-sampai minta dikirimin gayung dari tanah air.

Jadilah Saya di tahun pertama kemana-mana bawa botol air kosong ; sampai sekarang masih sering dilakukan terutama kalau pergi piknik atau kemping di hutan.

Atau masalah makan nasi memakai garpu. Duh. Gak lah, tetap makan pakai sendok, meskipun ini sendok buat sup, pura-pura bego saja, yang penting sendok. Mau diketawain terserah, yang penting hati puas makan nasi pakai sendok.

Hal-hal lainnya yang Saya cukup berhasil (dan masih terus) beradaptasi adalah :

1. Nonton TV tanpa ada terjemahan bahasa Inggris.

Maklum kan di Indonesia, semua film-film berbahasa Inggris yang kita tonton selalu ada terjemahan bahasa Indonesia kan? Bulan-bulan pertama nonton film, agak-agak panik…Eng…terjemahannya mana ya? – Oh iya..ini kan di Amrik ya..bukan di Jakarta.

Jadilah konsentrasi penuh dengarin percakapan si bule. Sekarang ini, kalau ada pilihan ‘subtitle‘ di dvd, Saya selalu pasang. Maklum, antara mengerti lewat pendengaran dan mengerti lewat bacaan, Saya lebih cepat mengerti lewat bacaan.

2. Mengetahui lokasi dengan menggunakan arah kompas : Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Hadweeeh…..secara Saya itu terbelakang kalau masalah 3 dimensi dan kebiasaan di Jakarta, cukup bilang ‘arah blok M’, arah kota, belok kiri, belok kanan, disini orang-orang bilang ‘dari arah utara, selatan dari kota X dsb. Terpaksalah Saya memaksakan diri untuk mengerti dimana SEBUT. Kalau boleh memilih sih, tetap pakai belok kiri, belok kanan dll…hi..hi..hi..

3. Menyetir di sebelah kanan dan mengerti penamaan jalan di Amrik.

Kalau di Indonesia, jalan-jalan tol itu dinamakan sesuai dengan nama wilayah ; Jalan tol Cawang-Tg. Priok, Jalan tol lingkar luar Kebon Jeruk dsb, disini jalan-jalan semua ditandai dengan nomor.
I-90, I265, US40, SR65 dsb.

Dimana I artinya Interstate, jalan yang menghubungkan negara bagian yang satu dengan negara bagian yang lain.

Kalau ada 2 digit nomor setelah huruf I, itu biasanya jalan bebas hambatan (freeway)antar negara bagian.

Semua negara bagian di Amerika boleh dibilang ‘disambung’ dengan jalan interstate ini,dari barat ke timur dan dari selatan ke utara.

Nah, kalau jalanannya bernomor 3 digit, itu biasanya jalan lingkar luar kota atau jalan cabang dari jalan utama yang 2 digit. Contoh di Kentucky, salah satu jalan interstate utama di sini itu I64, di I-64, jalanan bercabang menjadi I264. Gampangnya, kalau bingung kita ada dimana, lihat 2 nomor terakhir, jadi kita tahu kalau kita di jalan cabang dari I64.

Terus terang Saya masih keder menyetir di tengah kota. Maklum, pertama kali tinggal di Amrik itu di kota cilik, yang jalannya hanya liner dan 1 grid blok.

Waktu pindah ke Cleveland Ohio, asli bingung; tinggal di Louisville, Kentucky entah kenapa lebih bingung lagi….ha….ha…ha..parah!

Masalah jalan-jalan di Amrik ini nanti Insha ALLAH Saya bahas lebih heboh lagi yak.karena beda-beda di tiap kota.

4. Makanan

Tetap nasih favorit sepanjang masa. Bisa sih makan cereal buat sarapan, tapi yang ada satu jam kemudian peruk keroncongan, karena sudah lapar lagi!

Proses Masuk ke Amerika

Baca juga : PROSES MASUK KE AMERIKA – TANYA JAWAB

Di tulisan saya ini, teman-teman akan temukan banyak tautan (link) ke situs di luar blog saya, yang berguna untuk ereferensi teman-teman yang ingin tahu lebih detail proses masuk ke Amrik.

Waktu saya kenal dengan calon suami yang warga negara Amerika (2003)dan tahu akan menikah,  kita di hadapkan dua pilihan. Menikah di Amerika atau menikah di Indonesia. Pilihan ini menentukan tipe visa yang akan saya dapat  harus (calon) suami ajukan. 

Kalau menikah di Amerika berarti calon suami harus ajukan petisi untuk visa tunangan; keuntungan visa tunangan ini, jangka waktu pengajuan aplikasi notabene relatif lebih cepat didapat dan juga kita bisa tinggal langsung dengan pasangan, karena kita sudah berada di Amerika (untuk menikah dan tinggal bersama).

Resikonya adalah kalau tiba-tiba si calon ada musibah atau masalah sehingga pernikahan tertunda, padahal masa berlaku visa tunangan itu cuma 6 bulan, belum tentu visa nya bisa diperpanjang. Atau tiba-tiba calon berubah pikiran, membatalkan pernikahan sementara kita sudah di Amrik seorang diri, tidak punya tiket untuk balik ke Indonesia.

Karena kami putuskan untuk menikah di Indonesia, artinya saya akan diberikan visa pasangan (spouse visa) yang prosesnya lebih lama dibanding dengan visa tunangan.

Resiko visa pasangan ini adalah kami tidak bisa langsung hidup bersama sebagai pasangan (kecuali memang kamu sudah punya visa turis misalnya). Hal ini sudah kami bahas bersama-sama, dan saya pribadi tidak masalah ‘ditinggal suami setelah menikah’, karena saya terbiasa wara-wiri sendiri atau dengan teman-teman kantor.

Untuk menikah dengan orang Indonesia, si warga negara Amrik harus ke Kedutaan Besar Amerika untuk urus masalah administrasi: menandatangani formulir boleh/bisa/bebas untuk menikah. (formulir dan keterangan lebih detail bisa dilihat di sini.-bandingkan dengan arsip yang saya punya)

Di akhir tulisan, saya bagi juga arsip-arsip yang kebetulan masih saya simpan

Tapi ingat loh, ini dokumen-dokumen jaman kuda :2003, ada kemungkinan tidak berlaku lagi, meskipun ada beberapa hal yang masih sama.

Dan kita pilih jalur legal alias sesuai hukum keimigrasian Amerika. 

Nah, setelah kami menikah di Jakarta, Indonesia, Suami balik ke Amerika, segera ajukan petisi untuk mensponsori relatif saya, sebagai istrinya untuk imigrasi ke Amerika (Formulir I-30).

Salah satu persyaratan di formulir ini adalah dia harus membuktikan kalau dia berpenghasilan cukup untuk menghidupi kami berdua di Amerika dan kami berdua juga harus melampirkan bukit-bukit kalau kami sah menikah di Indonesia. (kartu nikah dan surat keterangan menikah)

Jadi waktu itu saya dari Indonesia sibuk mengurus terjemahan bahasa Inggris surat nikah kami di penterjemah yang diakui oleh Kedutaan Besar Amerika. Untungya buat saya, salah satu dari penterjemah tinggal di komplek yang sama dengan saya. Jadi saya tidak perlu repot jauh-jauh ke kota (saya tinggal di pinggir kota gitu loh) 😉

Saya harus kirim dokumen tersebut ke suami, yang oleh suami akan dilampirkan bersama-sama dengan formulir I-30.

Seingat Saya proses pengiriman dokumen ke imigrasi Amerika itu paling tidak dilakukan 3 kali. Setiap kali dokumen di kirim, Suami akan mendapat notifikasi tentang dokumennya. Diterima atau ada kekurangan lampiran. Dan seingat Saya kita harus membayar paling tidak 2 kali biaya keimigrasian – yang tidak murah. ($300)

Proses -pengajuan visa dari mulai pengiriman dokumen hingga visa dikeluarkan –ini juga berlangsung cukup lama – minimal 6 bulan hingga 12 bulanan atau lebih.

Saya baru satu tahun lebih akhirnya mendapat visa pasangan (spouse visa). Terus terang cukup menjengkelkan dan melelahkan hati. Karena selalu ada orang-orang usil yang bertanya ‘Koq masih di Indonesia? Kapan visanya keluar? dan seterusnya.

Sampai-sampai ada yang menggosipkan kalau Saya dikibuli si bule, atau cuma di kawin kontrak dan ditinggal. (menghela nafas panjang).

Visa saya keluar tanggal 1 Februari 2005 dan berlaku hingga 31 Januari 2007.

visaimigran

Saya berangkat ke Amerika tanggal 26 Maret 2005.

stampairport

Visa ini adalah kunci untuk saya masuk ke negara Amerika. 

Nah setelah masuk ke Amerika, Saya segera ajukan penggantian status (formuliar I485), yang merupakan awal dari proses selanjutnya yaitu mendapatkan kartu penduduk tetap (Permanent Resident aka Green Card).

PR seperti namanya adalah dokumen resmi yang membuktikan kalau saya adalah penduduk tetap Amerika yang artinya saya tidak lagi perlu pusing mengurus visa untuk keluar masuk Amerika karena saya sudah PR- bukan turis lagi lah- dan juga memberikan saya hak-hak lainnya seperti layaknya warga negara Amerika.

Penggantian status ini memudahkan Saya untuk bekerja dan menetap dengan legal di Amerika tanpa tergantung dari visa.

Dengan pergantian status, meskipun saya belum memiliki kartu PR, saya sudah berhak untuk bekerja secara sah. Dari pergantian status ini, saya mendapat nomor sosial yang artinya saya boleh bekerja secara legal (dan membayar pajak tentunya)

Nah, hukum keimigrasian Amerika itu berubah-ubah.

Sekitar 20 tahun lalu, pasangan non Amerika yang menikah dengan warga negara Amerika otomatis mendapat kartu penduduk tetap. Yang ada, banyak pernikahan bohong-bohongan, dimana imigran-imigran hanya memanfaatkan warga negara Amerika untuk mendapat si KTP.  Mungkin karena ini lalu hukum keimigrasian Amerika berubah.

Sewaktu Saya mengajukan petisipun, dalam waktu sekitar 6 bulan, hukum keimigrasian berubah lagi. Kebetulan Saya berkenalan dengan teman yang juga menikah dengan orang Amerika, suaminya boleh mengajukan petisi dari Indonesia – waktu masa Saya tidak boleh.

Rekan Saya itu mendapat visa relatif lebih cepat, tapi kartu penduduk tetap yang dia dapat masa berlakunya lebih pendek dibanding yang Saya dapat. (PR Saya berlaku 10 tahun, dia berlaku 2 tahun).

Lumayan riweh lah dan melelahkan hati, tapi yang jelas sekarang kami tenang. Karena tidak perlu pusing memikirkan ijin tinggal, bekerja, mebayar pajak dan sebagainya, karena semua sesuai hukum yang berlaku.

Untuk masalah imigrasi Amerika, gunakan link ini ya.

Jangan terkecoh dengan situs imigrasi US yang nongol lewat pencarian Google, selalu gunakan http://www.uscis.gov

Cara mengisi formulir I-30 bisa dibaca di sini

Mudah-mudahan cerita Saya ada gunakan, tapi ingat loh, setiap kasus – tergantung dari visa yang di dapat untuk masuk ke Amerika, proses imigrasinya berbeda.

Yang sama : lakukanlah sesuai dengan hukum yang berlaku ah!

Arsip 1 : langkah-langkah yang kudu dilakoni untuk menikah dengan wn Amrik, baik menikah di Indo atau menikah di Amrik :

marriedinusindo

Karena saya menikah secara Islam, saya juga kudu cari penghulu yang bisa berbahasa Inggris, kalau tidak salah saya dapat referensi dari tempat menikah : Masjid At Tin, Taman Mini Indonesia Indah.

Ini arsip janji suami dalam bahasa Inggris :

 

husbandpledge

Arsip 3 : Pengucapan penerimaan menikah

penghulu

Arsip 4 : Surat keterangan dari Kedutaan Besar Amerika : ijin untuk menikah di Indonesia

formembassy

Susah Senang Hidup di Amerika : Belajar Dari Sesama Imigran

Kalau dulu di Jakarta, ya Saya gaulnya sesama pribumi tho? teman-teman boleh dibilang ‘kurang’ beragam, paling-paling beda suku. Nah setelah hijrah di Amerika, Saya menemukan dunia baru : Dunia Imigran.

Baru di Amerika Saya punya bertemu (dan sebagian menjadi berteman) dengan orang Pakistan, Bangladesh, Bulgaria, Turki, India, Ukrania, Kazhakstan, Malaysia, Jepang, Korea, Phillipina, Thailand, Burma, Laos, Vietnam, Rusia, Bosnia, Palestina, Libya, Irak, Iran dan banyak lagi.

Seru!

Saya perhatikan aksen mereka, perhatikan fitur wajah mereka, budaya mereka dan etos kerja mereka.

Beberapa dari mereka terus terang diam-diam Saya kagumi, Saya contoh dan jadikan panutan.

Ada teman dari Pakistan, waktu Saya kenal dia, dia ibu rumah tangga dengan 3 orang anak, sekarang dia bekerja di bank, dan nomor 1 di cabang untuk hal produk terjual. Saya kenal dia waktu tinggal di Bozeman, MT.  Karena dia, Saya coba bekerja di Macy, karena dia Saya gigih melamar ke perbankan.

Teman lain, dia dari Bulgaria, cantiknya minta ampun! Langsing, tinggi, hidung mancung, kulit mulus, tapi dia amat sangat tidak sombong dan tidak ‘merasa diri cantik. Setiap kali dia bekerja, dia selalu capai gol.  Dari dia Saya belajar untuk berani keluar dari comfort zone.

Waktu Saya mulai bekerja di bank, salah satu rekan yang sama-sama di pelatihan berasal dari Rusia.  Awal-awal pertama bekerja, Saya kelimpungan menjual produk, Manajer Saya lalu tunjukkan statistik pegawai mana yang sukses, salah satunya adalah si gadis Rusia ini.

Pikir Saya ‘Wow! Hebat sekali eu!? Dia kan sama-sama di pelatihan sama Saya?? Kalau dia bisa, Saya harus bisa ah!!’

Untungnya Saya ada kesempatan bekerja bareng dengan dia. Saya perhatikan cara dia berinteraksi dengan pelanggan. Hasilnya? Statistik tahun lalu, statistik bulan berjalan, statistik tahun berjalan Saya berhasil melewati statistik dia!!

Atau pelanggan di tempat kerja, ternyata dia salah satu master stylist di salon beken di kota.

Dan banyaaaaaaaaak lagi contoh-contoh lainnya!

Terus terang dari pengamatan pribadi – yang kemungkinan bias- menurut Saya pekerja imigran bekerja lebih keras dibanding pekerja pribumi, paling enggak Saya sendirilah.

Ada rasa ingin membuktikan diri, kalau Saya bukan cuma imigran bloon.

Ada rasa ingin membuktikan diri kalau Saya bukan imigran numpang ‘tenar’ hidup dengan bule yang cuma bisa hura-hura belanja belanji.

Terus terang teman-teman imigran ini membuat Saya bangga menjadi imigran.

Stereotype imigran yang notabene : parasit, ilegal, tidak bayar pajak, tidak berpendidikan dipupus habis oleh mereka-mereka.

 

Susah Senang Hidup di Amerika : Tidak boleh Sakit!

Setelah 30 tahunan tinggal di rumah orang tua, pulang kantor tinggal makan, kalau sakit ada teman atau keluarga yang mau bantu antar ke dokter………..terasa berat sekali tahun-tahun pertama Saya tinggal di Amerika.

Yang jelas, tidak ada pihak dari keluarga Saya yang berdomisili di Amerika, kalau tho ada itu nun jauh di bagian timur,  Saya di barat. Dari pihak suami, kedua orang tua suami sudah meninggal dunia, adik-adik suami yang sudah berkeluarga tinggal di Iowa dan yang lajang tinggal di Minnesota.

Saya juga tipenya bukan orang bergaul. Agak susah berteman ataupun berbasa basi. Tidak pernah minta teman atau keluarga untuk berkunjung bukan kenapa-kenapa, tahu sendiri kalau ongkos tidak murah.

Jadilah semua-muanya kita berdua lakoni. Yang paling ribet terus terang kalau salah satu dari Kami -terutama Saya- sakit.

Ingat sekali waktu anak kami masih bayi, Saya kena demam, badan menggigil , tidak karuan tapi terpaksa tidak bisa istirahat karena si bayi tidak ada yang jaga, suami harus kerja.

Atau sewaktu Suami dioperasi lututnya dan harus dipapah masuk ke rumah karena belum bisa pakai tongkat.

Atau baru-baru ini saya kena infeksi bakteri di tenggorokan, sehari terkapar di tempat tidur; cucian piring wiss menggunung, makanan tidak ada yang masak, pakaian kotor tidak tercuci-cuci…..

Kalau anak sakit, dengan sangat terpaksa Saya harus tetap kerja, syukur Alhamdulillah suami bisa kerja dari rumah sambil mengawasi si kecil, jadi kita tidak kehilangan waktu kerja..keluarga lain bisa telpon ibu atau bapak atau mertua atau kakak atau ipar lainnya.

Kadang kalau Saya lagi ‘bengong’ sendiri, suka takjub juga melihat ke belakang sepak terjang si Eneng ini ‘surviving‘ di Amerika.

Ah…ternyata benar juga kata -kata mutiara ini:

inspirational-quote-stronger

 

Fasilitas Kerja : Indonesia vs. Amerika

Ha. Enak Indonesia kemana-mana! Di Indonesia selalu ada supir kantor yang siap membawa pegawai ke mana saja. Hampir semua pekerja kantoran di Jakarta, Indonesia ya pekerja penuh waktu yang artinya ada asuransi kesehatan yang dibayar kantor, semua pekerja bergaji bulanan (plus bonus). Makan siang mau berapa jam juga cuek, wong dibayar koq. Sakit? koq bingung ya istirahat di rumah, gaji tidak akan berkurang koq.

Hamil? tenang. Cuti melahirkan 3 bulan – gaji tetap mengalir. Setelah bekerja 1 tahun penuh, dijamin mendapat jatah liburan, 12 hari setahun dibayar.

Di Indonesia dunia Saya itu dunia pekerja kantoran. Jam 9 pagi hingga 5 petang. Saya selalu bekerja penuh waktu, hampir tidak pernah tahu yang namanya kerja paruh waktu – kecuali Ibu Saya sendiri yang bekerja 2 pekerjaan dan salah satunya adalah kerja paruh waktu.

Baru di Amerika Saya kenal dengan yang namanya pekerja jam-jaman. Yang hanya dibayar berdasarkan lamanya kita bekerja dikurangi makan siang. Yang hanya dibayar kalau kita bekerja, kalau kita absen bekerja karena alasan apapun, ya hilanglah penghasilan hari itu.

Waktu Saya kerja pertama kali, Saya agak-agak bingung waktu tahu kalau jatah makan siang 1 jam dan itu tidak dibayar. Heh? serius??

Kalau kita bekerja penuh 8 jam sehari, kita dapat 2, 15 menit istirahat yang dibayar. Dan untuk beberapa jenis pekerjaan, hal ini termasuk kemewahan, karena tidak selalu pekerja mendapat istirahat.

Di Amerika akhir-akhir ini sudah menjadi rahasia umum kalau perusahaan-perusahaan besar sibuk mengurangi biaya kepegawaian mereka. Salah satu hal yang paling umum dilakukan adalah tidak lagi mempekerjakan pegawai penuh waktu.

Kenapa? Karena pekerja penuh waktu itu = asuransi kesehatan harus ada, ada fasilitas hari sakit, ada fasilitas cuti hamil yang semuanya harus dibayar oleh perusahaan.

Terus terang baru kali ini Saya bekerja paruh waktu mendapat fasilitas asuransi kesehatan dan mendapat fasilitas libur dibayar. Sebelumnya sebagai pekeja paruh waktu Saya harus cukup puas dengan upah jam-jaman.

Kadang kalau kita tidak mengalami sendiri tidak terbayang ‘apa sih bedanya mendapat paid sick days atau paid holidays? Why it’s such a big deal?

It is a big deal.(well, for our family at least)

Contohnya waktu suami tergelincir di es dan harus dioperasi lutut, saat itu hanya dia yang bekerja. Setelah operasi dia harus tinggal di rumah selama seminggu. Untungya suami pekerja penuh waktu. Jadi kita tidak perlu bingung karena gaji dia tetap akan dibayar penuh oleh perusahaan meskipun dia sakit.

Atau waktu si kecil liburan musim semi. Ongkos camp itu $120 per minggunya, kalau Saya cuma ‘tidak bekerja’ berarti Saya kehilangan kira-kira $200++.Artinya meskipun Saya tidak bayar $120, tapi Saya kehilangan $200++ alias masih ‘bolong’ $180++.

Nah Saya dapat cuti dibayar, berarti Saya irit $120 dan tidak harus pusing mikir minggu ini tidak dapat bayaran.

Maunya sih ya, Saya dan suami dua-duanya dapat kerja yang mendapat fasilitas penuh….

Insha ALLAH some day….

enjoy-the-little-things-for-one-day-you-may-look-back-and-realize-they-were-the-big-things-15