gaji

Cerita Saya Jadi Kurir Belanja Antar

Halo pembaca semua?!

Apa kabarnya? Semoga baik2 dan sehat2 semua ya.

Tulisan saya kali ini mau berbagi pengalaman saya jadi kurir belanja antar.

Sekitar akhir bulan January, awal bulan Februari, saya dapat email dari bos tempat kerja kedua. Jam operational toko dikurangi, artinya jam kerja saya akan terpotong.

Tadinya saya pikir ya gak apa2 juga sik. Tapi koq pas lihat rekening di bank….pedih juga ya??

Yang ada saya mulai mikir mau cari2 kerja baru.

Singkat cerita, saya mulai minggu lalu resmi jadi kurir belanja antar Shipt.

(more…)

Suka Duka Di Amrik : Pekerja Jam-Jam-an

Baru setelah berimigrasi ke Amerika, saya mengenal istilah pekerja jam-jaman dan pekerja gaji.

Pekerja jam-jaman yaitu pekerja yang dibayar berdasarkan jumlah jam yang si pekerja lakoni, ya biasanya pekerja buruhlah, seperti pegawai toko, pegawai bank,pegawai di rumah sakit, dll. Pekerja jam-an ini bisa pekerja paruh waktu, bisa juga pekerja penuh.

Karena sifatnya yang dibayar berdasarkan jumlah jam si pegawai bekerja, dari NOL jam hingga 40 jam (atau bisa lebih, tapi biasanya managemen perusahaan akan ‘ngomel’ kalau pegawai jam-jaman mereka lembur)- bayaran si pekerja ya bisa berbeda-beda setiap kali terima gaji.

Juga pekerja di haruskan mencatat saat mereka mulai kerja dan selesai kerja setiap harinya di timesheet.

Pekerja jam-jaman ini juga rentan terpotong jadwal kerjanya, terutama pekerja ritel. Kalau manager menilah penjualan pada hari itu tidak seperti yang diperkirakan, mereka harus segera memotong anggaran perusahaan yaitu dengan memotong jam kerja si pegawai yang dijadwalkan bekerja hari itu. Jadi kalau awalnya si pekerja di jadwalkan bekerja selama 4 jam, sangat mungkin kalau si pekerja yang ada cuma bekerja selama 2 jam saja.

Sementara pekerja gajian, yaitu mereka-mereka yang gajinya dihitung secara lumpsum per bulannya, dengan standar jam kerja 40 jam per minggu. Sepengetahuan saya pekerja gajian ini sebagian besar pekerja penuh, atau pekerja kontrak. Contohnya suami saya.

Sebagian besar pekerja jam-an menerima gaji setiap minggu atau setiap dua minggu sekali. Sedangkan pekerja gaji, sebagian besar di bayar setiap dua minggu sekali atau 2 kali sebulan : di awal bulan dan di tengah bulan (tanggal 15).

Saya ini termasuk pekerja buruh, alias pekerja yang dibayar per jam, gaji dibayar oleh perusahaan setiap 2 minggu sekali. Tapi karena saya bekerja di dua tempat, saya jadinya terima bayaran setiap minggu, karena jadwal terima gaji saya yang satu dengan yang lain berselisihan.

Ada enak dan tidak enaknya jadi pekerja jam-jaman.

Yang paling tidak enak itu kalau lupa masukkan waktu kerja (clock in dan clock out) dan kelewat tenggat waktu perhitungan gaji. Kenapa? Karena beberapa perusahaan sangat ketat dalam hal pembayaran gaji ini, kalau sudah lewat tenggat masukkan timesheet ya terpaksa kamu dibayar apa adanya, kekurangan jam kerja akan dibayar di gaji berikutnya.

Contohnya saya.

Waktu mau mudik kemarin, saya pikir waktu saya balik saya tetap akan terima gaji cukuplah, karena meskipun saya tidak kerja, saya sudah punya jatah liburan, yang jumlah jam libur per mingggunya boleh dibilanag sama dengan jumlah jam kerja saya kerja.

Saya pikir lagi, karena saya pekerja paruh waktu, manager saya yang harus memasukkan jumlah jam libur saya ke timesheet saya – karena kalau ada libur di kalender, manager saya yang memang harus memasukkan libur kalender itu di timesheet saya supaya saya dibayar.

Waktu kembali ke tempat kerja setelah mudik, saya panik melihat jumlah kerja saya cuma seuncril dan ternyata jam liburan saya tidak tercatat. Ternyata saya salah asumsi, sayalah yang harus memasukkan jam libur saya ke timesheet, bukan manager.

Yaaaaah….apa daya, terpaksalah saya gigit jari selama lebih dari 2 minggu!

Hadweeeh, asli sengsara, karena berarti saya tidak bisa membayar tagihan ini itu seperti yang sudah saya jadwalkan.

Untunglah cuma saya yang pergi berlibur dan suami tidak ikutan, karena berarti kita  masih ada penghasilan dari suami yang bisa bantu untuk hidup sehari-hari…………..

Phew!!??!!

Hore! Upahku naik!

Tahun 2014, kalau tidak salah baca, Pemerintah Amerika menyetujui kenaikan upah minimum dari $7.25 per jam menjadi $10 per jam. Upah minimum baru ini efektif diberlakukan di tahun 2016. 

Sebagai pekerja biasa, yang sudah mengalami sendiri dibayar dengan upah yang berbeda-beda, Saya mengerti sekali betapa berita ini melegakan banyak hati pekerja-pekerja lainnya, terutama mereka-mereka yang hanya mengandalkan hidup sehari-hari dari satu penghasilan saja. 

Saya ngerti sekali betapa ‘upah’ minium sebelumnya itu tidak akan cukup untuk ‘hidup’ layak sehari-hari. 

Dulu sewaktu Saya awal-awal bekerja, Saya tidak ‘ngeh’ dengan kenaikan upah per jam. Di Jakarta, kenaikan gaji kan terlihat bulanan, misalnya dari Rp. 2,000,000 menjadi Rp 2,500,000, alias Rp 500.000 naik gajiku! Jadi waktu pertama kali Saya dapat kenaikan upah disini cuma 15 sen, Saya nelongso. Idih kecil amat sih?

Tanyalah Saya ke suami : Koq naik gaji disini kecil amat sih? (ps : ini ngomongin gaji buruh loh ya..kalau gaji kantoran ya lain lah). Lalu suami jelaskan, kalau itu kan hitungan per jam. Kalau ditotal kenaikan 15 sen itu relatif berarti lah di kantong. 

Berhitunglah Saya :

Upah awal $8.00 per jam, kerja 40 jam per minggu, di sini rata-rata perusahaan membayar pegawai 2 mingguan, berarti total upah yang Saya terima = $8.00 x 40 x 2 = $ 640.

Dengan upah baru $8.15 per jam, total bayaran Saya menjadi $8.15 X 40 x 2 = $ 652.

Total tambahan memang ‘hanya’ $12 – tapi untuk sebagian besar pekerja Amerika, $12 ini = tambahan uang belanja sehari-hari yang cukup signifikan. 

Itu cuma 15 sen perbedaan, kebayang perbedaan upah dengan $1.75 kenaikan. 

Banyak pihak yang melihat kenaikan upah ini sebagai tambahan beban, karena dijamin harga barang-barang akan naik, perusahaan tambah akan mengurangi fasilitas dan lain sebagainya.  

Saya melihatnya sebagai sesuatu yang patut di syukuri, mudah-mudahan kenaikan upah ini akan membuat banyak keluarga-keluarga menjadi lebih mandiri, tidak tergantung dengan subsidi pemerintah. 

IT’S TIME TO GIVE AMERICA A RAISE”