fakta

Belajar Membuat Topi Fascinator

Hari Sabtu minggu lalu pas saya gak kerja, kami sempat jalan2 ke pusat kota La Grange. Pas keluar masuk toko-toko di pusat kotanya, saya mampir di toko topi Judith Millinery.

Selama tinggal di Amrik, baru pertama kali ini saya ngeh toko pembuat topi, padahal yang namanya Louisville, Kentucky yang namanya topi2 cantik itu boleh dibilang sesuatu yang harus dimiliki..maklum di sini kan tempatnya festival Kentucky Derby.

Ternyata Millinery itu artinya pembuat topi wanita.

Saya boleh dibilang senang topi ya, tapi ya kebanyakan cuma topi musim panas, sama barrettes sik. Pengen sebenarnya punya Fedora atau Fascinator..cuma mahal ih! Apalagi Fascinator,  harganya bisa diatas $100, padahal kecil ukurannya!

Nah..toko ini selain jualan topi, ternyata juga penyedia material2 untuk pembeli mebuat topi sendiri dan ternyata juga mereka mengadakan workshop.

Pas saya mampir itu ternyata ada beberapa workshop yang masih buka untuk mendaftar dan workshop berikutnya , saya tertarik banget! Membuat topi Fascinator.

Topi Fascinator itu apa ya..topi cepluk gitu deh..biasanya kombinasi bunga2 , bulu2, dan cadar. Dipakai buat ke acara balapan kuda, kalau disini.

Mendaftar lah saya……

Nah berikut adalah cerita saya pas di kelas Membuat Topi Fascinator model Bunga dari Bulu2.

Bahan2 untuk membuat topi :

24 helai bulu2 yang peserta boleh pilih warna

Bahan beludru berbentuk lingkaran dan persegi panjang untuk dasar bunga

Lem, alat penggulung rambut (curling iron), pelurus rambut (straightening iron), tusuk sate, kawat fleksibel dan gunting.

Sekitar 30 menit pertama peserta diajarkan memanipulasi bulu2. Bagaimana menggundulkan si bulu, bagaimana menjarangkan si bulu, melekukan si bulu, menggambar pola di permukaan si bulu.

Kalau kita pakai penggelung rambut mulai dari bagian atas,  kalau pakai pelurus rambut , mulai dari bagian bawah si bulu.

Setelah peserta latihan manipulasi, sesi berikutnya adalah membuat topi!

Pertama2 peserta memilih warna bulu2   sesuai selera sebanyak 24 helai.

Kenapa 24? Ternyata kita akan membuat 3 lapisan dari 24 bulu2 tersebut.

Saya pikir…ah kalau gitu saya mau pilih 3 warna!

Peserta2 lain kebanyakan pilih 2 warna. Saya pilih warna2 favorit saya yang semuanya super ngejreng :

Sebelum bulu2 ini ditempel ke fondasi,  bulu2 ini harus dimanipulasi dulu, baik itu di gunting, digunduli atau di bikin meliuk.

Untuk setiap lapis, semua bulu2 di lapis itu harus sama panjangnya. Jadi kita sebisa mungkin  pilih bulu2 yang panjangnya hampir sama, lalu kita bisa gunting

Lapis pertama saya pilih ungu. Beberapa bulu2 saya lekuk biar agak keriting/ berombak ceritanya. Lapis pertama ini kita tempel paling dekat ke tepi base.

Lapis kedua saya pilih warna merah. Untuk lapis kedua, panjang bulu2 harus sedikit lebih pendek dari lapis pertama.

Kenapa? Intinya kita kan mau memberi efek bunga kita “berisi” /bervolum

Lapis ketiga saya pilih si merah jambon.  Kali ini saya kasih efek totol2 di permukaan si bulu menggunakan spidol permanen. Untuk lapisan ketiga ini harus di lem di tengah2 base.

Menurut instruktur, bulu2 ini ibarat rambut kita deh. Apa yang kita bisa lakuin di rambut kita, juga bisa dilakukan di bulu2. ( saya kepikiran glitter dan manik2)

Selesai semua bulu2 sudah di tempel, boleh dibilang bunga bulu2 kita jadi!.

Selanjutnya kita bisa pilih mau di tempel dimana bunga kita? Di bando? Di topi ? Atau di jepit rambut? Di workshop ini peserta di kasih sisir jepit untuk produk akhir

Dan…inilah hasilnya!

Buat saya ini cantik banget yaa. Warnanya sangat vibrant dan memang warna2 kesukaan saya.

Jadilah sejak hari Kamis, saya tiap hari pakai si fascinator ini pas kerja di rumah.

Kegenitan Pakai Topi Fascinator

Cerita Saya Jadi Kurir Belanja Antar

Halo pembaca semua?!

Apa kabarnya? Semoga baik2 dan sehat2 semua ya.

Tulisan saya kali ini mau berbagi pengalaman saya jadi kurir belanja antar.

Sekitar akhir bulan January, awal bulan Februari, saya dapat email dari bos tempat kerja kedua. Jam operational toko dikurangi, artinya jam kerja saya akan terpotong.

Tadinya saya pikir ya gak apa2 juga sik. Tapi koq pas lihat rekening di bank….pedih juga ya??

Yang ada saya mulai mikir mau cari2 kerja baru.

Singkat cerita, saya mulai minggu lalu resmi jadi kurir belanja antar Shipt.

(more…)

Celoteh di Awal Tahun 2018

Halo Tahun 2018!

Ah tahun baru euy…biasanya orang-orang repot bikin resolusi. Saya pilih nulis saja ah.

Beberapa waktu lalu ada pembaca blog aku yang komentar “ penuh perjuangan juga ya MBA, WNI cewe nikah ma WNAmerika cowo”

Baca komentar itu saya jadi ‘geli’ sendiri..andaikan perjuangan kita cuma dimasalah imigrasi saja……kenyataannya perjuangan perempuan WNI menikah dengan WN Amrik itu bukan semata di masalah imigrasi loh.

Nah di tulisan kali ini saya mau blak-blakan buka-bukaan tantangan , perjuangan menikah dengan WN Amrik

  1. Menikah itu sendiri bukan hal yang sederhana, jangankan menikah dengan bangsa lain, menikah dengan bangsa sendiri pun pasti ada bentrokan.  Saya sendiri agak ‘telmi’  alias telat mikir tentang apa itu pernikahan.  Waktu menikah saya boleh dibilang tidak ‘ngerti’ apa sih artinya menikah itu? Untunglah saya menikah di umur yang sudah lumayan tinggi, tidak terpikir deh kalau saya menikah muda…

    Kalau anda menikah berarti ada kemungkinan bercerai.

    idih koq gitu sih? masa nikah trus langsung mikirin bercerai.

    Bukan begitu, ini kenyataan koq. Selalu siapkan diri untuk menghadapi hal yang (ter) buruk……

    Tidak usah malu, tidak usah gengsi, shit happens.

    Itu bagian dari hidup koq. Jangan putus asa. Jangan malu minta pertolongan orang lain ya.

  2. Kendala bahasa : memang sebagian besar orang Indonesia bisa berbahasa Inggris dan kenyataan kalau si bule mau nikah dengan kita, si bule sudah ‘ngerti’ apa yang kita omongin? gitu? Well…….Kendala bahasa bukan cuma masalah tata bahasa, kosa kata, struktur atau pelajaran bahasa lainnya ; kendala bahasa disini lebih ke cara kita mengekspresikan diri sehari-hari.

    Saya pribadi bahasa Inggrisnya tidak bego-bego amat, tetap di mata suami, dia banyak ‘tidak mengerti’ apa yang saya katakan.

    Bukan cuma di mata suami saja loh, namanya kita tinggal di Amrik, ya berarti kita harus bercakap-cakap dengan masyarakat umum kan? Salah mengerti, atau di pandang rendah itu salah satu hal yang kita akan hadapi.

  3. Kendala makanan : menikah dengan bule, makanan yang disajikan artinya akan beda dengan makanan yang kita terbiasa. Sebagian besar dari kita mudah beradaptasi , bisa suaminya yang mulai suka masakan Indo atau perempuannya yang jadi fasih memasak meatloaf, chicken pot pie (dan pie-pie lainnya) broccoli cheddar soup, you name it, the Indonesian wife will cook it.  Idealnya begitu, tapi tidak semua kasus sama. Saya contohnya, paling tidak suka masak (dan tidak ‘ngeh’ kalau menikah itu berarti harus SELALU masak buat pasangan?), janjinya pasangan karena saya kerja penuh waktu kita akan bergantian masak. Cuma koq yang dia masak cuma terbatas : spaghetti with marinara sauce, hamburger, chili, fried chicken as in KFC not as in Ayam Suharti, Plain Steak, mac and cheese (with or without tuna), canned bake beans with hot dogs.Bosen gila! Jadi ya saya yang lebih sering memasak supaya lebih ada variasi. Mudah-mudahan kalian pada senang masak ya? (#sayatidaksukamasak)

    Belum lagi masalah jenis makanan yang kita pantang (terutama untuk Muslim).

    Beberapa dari pasangan sangat menghormati pantangan kita, dan ikutan tidak makan, tapi tidak jarang ada pasangan yang tetap mengkonsumsi si ekor keriting seperti biasa baik itu diluar rumah maupun di dalam rumah.

    Kalau kamu tipe yang santai ya tidak masalah, tapi hal kecil seperti bisa jadi beban loh….

  4. Kendala Budaya : yang paling gampang deh, merayakan natal. Di Indonesia kita terbiasa ‘tahu’ kalau tidak semua orang merayakan natal dan kalau kita termasuk yang tidak merayakan natal ya kita tenang-tenang saja, tidak harus kan?Di sini, kecuali suami kita tipe ‘sangat’ memahami perbedaan, boleh dibilang jadinya kita ‘diharuskan’ ikutan merayakan natal.  Mungkin hal kecil sih ya, tapi buat saya terus terang agak melelahkan, karena saya merasa pe-er pressure sekali . Saya lebih suka suasana di Indonesia deh, saya merasa ‘bebas’ tidak bernatalan, tidak ada ‘paksaan’ atau dipertanyakan.

    Contoh lainnya minum alkohol, suami saya ternyata pecandu alkohol, ini menyiksa sekali loh, karena saya yang menganggap alkohol itu barang terlarang, sekarang harus melihat pasangan setiap malam minum.

  5. Kendala Keuangan : tidak semua dari kita dapat suami bule tajir tho? atau jadi Sugar Daddy; idealnya suami adalah sumber penghasilan keluarga. IDEALNYA. Dan jangan salah, banyak juga pria bule yang menganut faham kalau istri tugasnya di rumah, tidak perlu kerja.Terus terang buat saya, karena merasa ‘sendiri’ tanpa keluarga, saya terpacu untuk jadi mandiri dan tidak semata-mata mengantungkan diri dari penghasilan suami.

    Tahun-tahun pertama tinggal di Amrik memang saya tidak kerja , lebih banyak di rumah, beradaptasi dan merawat si anak, tapi kemudian saya KEJEDUG kenyataan waktu suami kehilangan kerja.

    Detik itu juga saya langsung teringat nasehat ibu saya : sebagai perempuan harus punya penghasilan sendiri dan tabungan sendiri……

    Disitulah saya merasa bersyukur sekali kalau saya bisa berpenghasilan – meskipun tidak besar- ta[i cukup bisa menolong keluarga saya bertahan hidup selama setahun lebih hingga suami mendapat pekerjaan baru.

    Belum lagi masalah kebiasaan pasangan membelanjakan uang. Ini juga bisa bikin berabe.

    Saya tipenya yang ogah minta duit, jadi ya saya pilih kerja sik.  Dan juga ya untuk itu, untuk menjaga diri saya sendiri, memastikan kalau ada hal-hal yang tidak diharapkan , saya bisa menghidupi diri sendiri.

  6. Kendala Pertemanan: support system istilah bulenya. Kalau di Indo kita ada orang tua, ada sanak keluarga, ada sohib sejak SD, sejak SMP, sejak SMA,’sejak kuliah…..Kesel sama pacar, curhat sama sohib, telpon-telponan, kabur ke rumah ortu, ke rumah oom, ke rumah teman.  Enak. (saya pernah koq kabur dan ngaso di rumah teman, jadi ya saya tahu laaah)

    Pindah ke Amrik, kita balik ke nol lagi.

    Mencari teman, gampang-gampang susah sih, bukannya tidak mungkin kita dapat sohib baru disini, bisa sesama orang Indo, bisa orang bule juga. Tapi ya itu , kita juga musti pinter-pinter bersosialisasi.

    Tidak selalu kita akan tinggal di kota yang banyak orang Indonesianya, mungkin salah satu dari kita tinggal di kota cilik mintik…yang semuanya bule dan manula, sosialisasi jadi tantangan kan?

    Ternyata setelah saya perhatikan saya agak-agak anti sosial..ha..ha..ha.

    Dan kalau kita jadi tidak ada support systemnya, ya bukan berarti dunia kiamat ya! Ya kita tetap akan survive lah – Insha ALLAH, cuma road will be bit rougher.

    Kesimpulannya?

    Menikah dengan bule tidak selalu indah, gemerlap, happy ending, pasang foto ciuman di Facebook, pasang status berbahasa Inggris , pasang foto-foto jalan-jalan dengan mas bulenya di media sosial

    Menikah dengan bule artinya banyak beradaptasi – setiap saat boleh dibilang-, otak dipicu untuk terus belajar, karena harus mikir dalam bahasa Indonesia, tapi ngomong dalam bahasa Inggris, kemandirian kita akan lebih di uji.

    Jadi…jangan lihat buku dari sampulnya yaaaaa!!!!

 

 

 

 

Beruntung?

Beberapa hari lalu Saya mendapat pemberitahuan di blog kalau ada pembaca yang membalas komentar Saya di blog rekan Indonesia lain.

Yang membuat saya tertegun adalah kalimat pertama si pembalas komentar :” beruntunglah mba yg punya suami bule”.

Ada 2 hal yang membuat saya ‘bingung’ : beruntung dan suami bule.

Yang menurut saya pribadi koq tidak ada hubungannya ya?

Bukan berarti saya bilang saya ini tidak beruntung.

Ya sukur Alhamdulilah, saya beruntung punya suami, dibanding dengan mereka mereka yang diperantauan dan tidak ada pasangan untuk berbagi duka, jelaslah saya masih beruntung.

Dibanding mereka yang punya suami tapi diperlakukan tidak semena-mena, ya jelaslah saya masih beruntung.

Tapi apakah saya jadi kurang beruntung kalau suami saya bukan bule?

Kalau pakai logika : beruntung punya suami bule, berarti teman-teman Indonesia yang bersuamikan orang Indonesia ASLI dan tinggal di Amerika, mereka jadi kurang beruntung gitu?????

Kalau saya lihat-lihat, hidup mereka bahagia saja, malah menurut saya, mereka taraf hidupnya lebih baik dibanding saya yang bersuamikan bule. (ye bolehnya ngiri!!!)

Berhari-hari saya memikirkan pernyataan si pembalas komentar.

Kenapa sih kita masih cenderung mengagungkan lelaki non pribumi?

Seakan-akan pria dari ras ini selalu lebih superior dari ras lainnya.

Saya pikir pemikiran semacam itu sudah kadaluawarsa, ternyata masih berakar ya di sebagian pemikiran orang-orang Indonesia?!

Benar, ada banyak cerita-cerita perempuan Indonesia yang sepertinya menjelma putri sejagat’ setelah bersuamikan orang asing. Putri sejagat dalam arti mereka tidak harus bekerja, selalu bergelimpangan barang-barang mewah (yang sebelumnya tidak pernah sanggup terbeli), bertamasya keliling dunia, dll.

Tapi itu mah bukan semata-mata karena bersuamikan orang bule. Itu karena mereka bersuamikan orang berpunya!!! ;-)))

Duh teman-teman semua…..

Keberuntungan itu tidak tergantung dari ras suami kita.

Beruntung itu masalah kita mensyukuri apa yang kita miliki.

Beruntung itu di pikiran kita. Bukan karena materi yang kita miliki.

Beruntung tidak tergantung dimana kita tinggal.

Beruntung itu pilihan (choice), bukan pemberian (it’s not given).

Mari kita pilih untuk merasa beruntung dalam hidup.

Yukkkkkkkkkkkk!!!!!!!